1.1. Latar Belakang
Ketimpangan pembangunan antar daerah merupakan
aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada
dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam dan
perbedaan kondisi geografi yang terdapat pada masing – masing daerah. Akibat
dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan
juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pada setiap
daerah biasanya terdapat daerah maju (Development Region) dan daeah
terbelakang (Underdevelopment Region). Terjadinya ketimpangan antar
daerah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar
daerah. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar daerah ini juga
mempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan daerah yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Termasuk dalam analisa ini adalah hasil studi dari
Jeffrey G. Williamson yang melakukan pengetesan terhadap kebenaran Neo-Klasik
tersebut. Kemudian pembahsan dilanjutkan dengan ukuran ketimpangan pembangunan
antar wilayah dengan menggunakan Williamson Indexdan ukuran
ketimpangan lainnya. Selanjutnya pula dengan pembahasan tentang ketimpangan
pembangunan antar wilayah di Indonesia yang dilanjutkan dengan factor – factor
utama yang menentukan ketimpanngan tersebut. Terakhir dilakukan pembahasan
tentang beberapa kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah
untuk menanggulangan ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut. Adapun
rumusan masalah yang akan di bahas pada makalah ini adalah sebagai berikut.
2.1 Pengertian Ketimpangan dan
pengertian Pembangunan
A. Pengertian Ketimpangan
Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan
antar daerah satu dengan daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena
adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar
daerah. (Williamson, 1965, dalam Hartono, 2008). Ketimpangan yang paling lazim
dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Dalam ketimpangan ,ada Ketimpangan
pembangunan ekonomi antar daerah secara absolut maupun ketimpangan relatif
antara potensi dan tingkat kesejahteraan tersebut dapat menimbulkan masalah dalam
hubungan antar daerah. Falsafah pembangunan ekonomi yang dianut pemerintah
jelas tidak bermaksud membatasi arus modal (bahkan yang terbang ke luar negeri
saja hampir tidak dibatasi). Arus modal mempunyai logika sendiri untuk
berakumulasi di lokasi-lokasi yang mempunyai prospek return atau tingkat
pertumbuhan yang lebih tinggi, dan tingkat risiko yang lebih rendah. Sehingga
tidak dapat dihindari jika arus modal lebih terkonsentrasi di daerah-daerah
kaya sumber daya alam dan kota-kota besar yang prasarana dan sarananya lebih
lengkap yang mengakibatkan jumlah penduduk yang menganggur di Provinsi yang
berkembang akan meningkat (Hartono, 2008).
Pendapatan per kapita rata-rata suatu daerah dapat
disederhanakan menjadi Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah
penduduk. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan mendasarkan kepada
pendapatan personal yang didekati dengan pendekatan konsumsi (Widiarto, 2001).
Dalam pengukuran ketimpangan pembangunan ekonomi regional digunakan Indeks
Williamson.
Berikut beberapa definisi ketimpangan menurut teori para ahli :
1.
Menurut Andrinof A. Chaniago
Ketimpangan adalah buah dari
pembangunan yang hanya berfokus pada aspek
ekonomi dan melupakan aspek sosial.
2.
Menurut Budi Winarno
Ketimpangan merupakan akibat dari
kegagalan pembangunan di era globalisasi untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan psikis warga masyarakat.
3.
Menurut Jonathan Haughton & Shahidur R. Khandker
Ketimpangan sosial adalah
bentuk-bentuk ketidak-adilan yang terjadi dalam proses pembangunan.
4.
Roichatul Aswidah
Ketimpangan sosial sering
dipandang sebagai dampak residual dari proses pertumbuhan ekonomi.
B. Pengertian Pembangunan
Teori
pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar,
modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995 dalam
Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup
teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan
teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan.Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan
(under-development) ketergantungan (dependent development) dan sistem dunia
(world system theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994). Sedangkan
Tikson (2005) membaginya kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan, yaitu
modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari berbagai paradigma
tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang pengertian pembangunan. Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan
kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah berkembang,
mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan
Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya
ulasan pendahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelanjutan.
Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan
sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih
banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai
aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004). Tema
pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan
perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal
ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman
dalam seluruh aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada
terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara
efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling
manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah
dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.
Berikut beberapa definisi pembangunan menurut teori para ahli
1. pembangunan
bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu
dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara
umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan
perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
2. pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan
alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi
dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri,
2004).
3. Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian
yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih
baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
4.
(Alexander 1994). pembangunan adalah sumua proses
perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana
5.
Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan
sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya.
6.
Pembangunan adalah proses perubahan yang
direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut Deddy T. Tikson (2005)
7.
Myrdal (1968 dalam Kuncoro, 2004), mengartikan
pembangunan sebagai pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial.
8.
Siagian (1983) dalam bukunya Administrasi
Pembangunan mengemukakan, “Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan
suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari
kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan
kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam
pembangunan.”
9.
Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai
perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan
institusi sosial, di samping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan
ketimpangan pendapatan, serta pemberantasan kemiskinan (Todaro, 2007)
Dapat di simpulkan Pengertian ketimpangan pembangunan
atau disparitas adala perbedaan pembangunan antar suatu daerah dengan daerah
lainnya bai secara partikal maupun secara horizontal yang menyebabkan
disparatis atau ketidak pemerataan pembangunan.
2.2 Analisis Ketimpangan
Pembangunan Antar Daerah dan bagaimana pandangan para ahli tentang Ketimpangan
Pembangunan antar daerah
Teori Neo-Klasik
Secara teoritis permasalahan ketimpangan
pembangunan antar daerah mula – mula dimunculkan oleh Douglas C North dalam
analisanya tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut
dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antar tingkat pembangunan ekonomi
nasional suatu Negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa
ini kemudian lazim dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasikyang menarik
perhatian para ekonom dan perencana pembangunan daerah.
Menurut Hipotesa Neo-Klasik pada permulaan proses
pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar daerah cenderung
meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik
puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara
berangsur -angsur ketimpangan pembangunan antar daerah tersebut akan menurun.
Berdasarkan hipotesa ini, dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa pada
Negara- negara sedang berkembang umumnya ketimpangan pembangunan antar daerah
cenderung lebih tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan
menjadi lebih rendah. Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antar
daerah adalah berbentuk huruf U terbalik (Reserve U-shape Curve)
sebagaimana telah dijelaskan pada bab 4 terdahulu.
Pertanyaan yang menarik adalah mengapa pada waktu
proses pembangunan dilaksanakan di negara sedang berkembang, justru ketimpangan
meningkat? Jawabannya adalah karena pada waktu proses pembangunan baru dimulai
di negara sedang berkembang. Kesempatan dan peluang pembangunan yang ada
umumnya dimanfaatkan oleh daerah- daerah yang kondisi pembangunan sudah lebih
baik. Sedangkan daerah-daerah yang masih sangat terbelakang tidak mampu
memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasarana dan sarana serta
rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Hambatan ini tidak saja disebabkan oleh
factor ekonomi, tetapi juga oleh factor social-budaya sehingga akibatnya
ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih cepat di daerah dengan
kondisinya lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami
kemajuan.
Keadaan yang berbeda terjadi di Negara yang sudah maju
dimana kondisi daerahnya ummnya telah dalam kondisi yang lebih baik dari segi
prasarana dan sarana serta kualitas sumberdaya manusia. Disamping itu,
hambatan-hambatan social dan budaya dalam proses pembangunan hampir tidak ada
sama sekali. Dalam kondisi yang demikian, setiap kesempatan peluang pembangunan
dapat dimanfaatkan secara lebih merata antar daerah. Akibatnya, proses
pembangunan pada Negara maju akan cenderung mengurangi ketimpangan pembangunan antar
daerah.
Kebenaran Hipotesa Neo-Klasik ini kemudian diuji
kebenarannya oleh Jefrey G. Willamson pada tahun 1996 melalui suatu studi
tentang ketimpangan pembnagunan antar daerah
pada negara maju dan Negara sedang berkembang dengan menggunakan data time
series dan cross-section. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa Hipotesa Neo-Klasik yang diformulasikan secara teoritis
ternyata terbukti benar secara empiric. Ini berarti bahwa proses pembangunan
suatu Negara tidak otomatis dapat menurunkan ketimpangan pembangunan antar daerah, tetapi pada tahap permulaan justru
terjadi hal sebaliknya.
Fakta empiric ini menunjukan bahwa peningkatan
ketimpangan pembangunan yang terjadi di Negara-negara sedang berkembang
sebenarnya bukanlah karena kesalahan pemerintah atau masyarakatnya, tetapi hal
tersebut terjadi secara natural diseluruh Negara. Bahkan ketika Amerika Serikat
mulai melaksanakan proses pembangunan pada abad kedelapan belas dulu,
peningkatan ketimpangan pembangunan antar daerah
juga meningkat tajam. Peningkatan ketimpangan ini bahkan sampai memicu
terjadinya perang saudara antar Negara bagian di Selatan yang masih relative
tertinggal dengan Negara bagian di Utara yang sudah lebih maju. Hal yang sama
juga terjadi di Indonesia dengan adanya pemberontakan PRRI-Persemesta di
Sumatera Barat tahun 1957, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi
Papua Merdeka (OPM).
2.3 Ukuran
Ketimpangan Pembangunan antar Daerah dan contoh bentuk table Ketimpangan
Pembangunan antar Daerah
Ukuran
ketimpangan pembangunan antar wilayah yang mula – mula dilakukan adalam
Williamson Index yang digunakan dalam studi Jefrey G. Williamson pada tahun
1966. Istilah Williamson Index muncul sebagai penghargaan kepada pengguna awal
indeks tersebut dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. Walaupun
indeks ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain sensitive terhadap
definisi wilayah yang digunakan dalam perhitungan, namun demikian indeks ini
lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Williamson
Indexmenggunakan
Produk Domestik Regiona Bruto (PDRB) perkapita sebagai data dasar.
Vw = i=1n(yi-y)2(fi/n)y 0<Vw<1 (5.1)
Dimana yi = PDRB
perkapita daerah i
y = PDRB perkapita rata – rata seluruh daerah
fi = Jumlah penduduk daerah i
n = Jumlah penduduk seluruh daerah
Subskrip w digunakan karena formulasi yang digunakan adalah secara
tertimbang sehingga indeks tersebut dapat dibansingkan dengan Negara atau
daerah aslinya. Sedangkan pengertian indeks ini adalah sebagai berikut : bila Vw mendekati
1 berarti sangat timpang dan bila Vw mendekati nol berarti sangat
merata.
Index sebagaimana digunakan oleh Akita dan
Alisyahbana (2002) dalam studinya yang dilakukan di Indonesia :
Td = i=1nj=1n{yij/Y}
log [{yij/Y}/{nij/N}] (5.2)
Dimana : yij = PDRB perkapita kabupaten i
di provinsi j
Y = Jumlah PDRB perkapita seluruh privinsi j
n = Jumlah penduduk kabupaten i di provinsi j
N = Jumlah penduduk seluruh kabupaten
1.
indeks ini dapat menghitung ketimpangan dalam
daerah dan antar daerah secara sekaligus, sehingga cakupan analisa menjadi
lebih luas. Dalam kasus Indonesia, dengan menggunakan metode ini dapat dihtung
ketimpangan dalam provinsi dan kabupaten/kota serta antar provinsi, kabupaten
dan kota.
2.
indeks ini dapat pula dihitung kontribusi (dalam
persentase) masing – masing daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah
secara keseluruhan sehingga dapat memberikan implikasi kebijakan yang cukup
penting.
Bilamana
pembahasan dilanjutkan dengan analisa tentang factor – factor utama yang
menyebabkan terjadinya ketimpangan wilayah tersebut, maka dapat dilakukan
analisa regresi terhadap hasil perhitungan indeks yang telah dilakukan.
Vw = φ
YcδYc2 (5.3)
|
Dimana Vw adalah Indeks Williamson, Yc PDRB
perkapita, sedangkan φ dan δ adalah koefisien refresi. Persamaan
ini dapat diregresi melalui persamaan logaritma berganda berikut ini :
Log Vw =
log φ+δ logYc + 2 log Yc + ε (5.4)
|
Dimana ε adalah factor kesalahan (disturbance term).
Keuntungan penggunaan persamaan bersifat kuadratik adalah dapat diketahui apakah
ketimpangan pada Negara bersangkutan masih berada pada kondisi meningkat (divergence)
atau sudah berada kondisi yang menurun (convergence).
Karena hubungan antar ketimpangan regional dengan
tingkat pembangunan ekonomi tidaklah linear, maka persaman regresi dapat pula
dilakukan dalam bentuk fungsi Non Linear. Dengan demikian, persaman yang dapat
digunakan untuk mengetahui factor penentu ketimpangan pembangunan antar wilayah
adalah sebagai berikut:
Vw = ∅Yβ (LQ)σ Mδ Iy (5.5)
|
Persamaan ini akan dapat dihitung dengan metode
regresi setelah dilakukan transformasi dengan menggunakan logaritma sehingga
dapat diformulasikan sebagai berikut:
Log Vw =
log θ+β log Yc +σ log (LQ) (5.6)
|
Dimana Vw adalah Williamson
Index, LQ adalah Location Quotiont, M adalah migrasi
(dalam persentase), I adalah alokasi investasi (dalam persentase)
dan θ, β, σ, δ, dan y adalah koefisien
regresi dan ε adalah factor kesalahan (disturbance term).
2.4 Faktor-faktor
Penyebab Ketimpangan Pembangunan Anatar Daerah
Selanjutnya,
pada bagian ini, perlu pula dibahas beberapa faktor utama yang menyebabkan atau
memicu terjadinya ketimpangan pembangunan wilayah tersebut. Dengan adanya
analisa ini, akan dapat dijelaskan secara empirik unsur penyebab terjadinya
ketimpangan pembangunan wilayah tersebut. Disamping itu, analisa ini juga
sangat penting artinya karena hasilnya dapat memberikan informasi penting untuk
pengambilan keputusan dalam melakukan perumusan kebijakan untuk menanggulangi
atau mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah tersebut.
A. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam
Penyebab utama yang mendorong timbulnya ketimpangan
pembangunan antar daerah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam
kandungan sumberdaya alam pada masing-masing daerah. Sebagiamana diketahui
bahwa perbedaan kandungan sumberdaya alam ini di Indonesia ternyata cukup
besar. Ada daerah yang mempunyai minyak dan gas alam, tetapi daerah lain tidak
mempunyai. Ada daerah yang mempunyai deposit batubara yang cukup besar, tapi
daerah lain tidak ada. Demikian pula halnya dengan tingkat kesuburan lahan yang
juga sangat bervariasi sehingga mempengaruhi upaya untuk mendorong pembangunan
pertanian pada masing-masing daerah.
B. Perbedaan Kondisi Demografis
Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong
terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayahadalah bilamana terdapat
perbedaan kondisi demografis yang cukup besar antar daerah. Kondisi demografis
yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur
kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi
ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja
yang dimliki masyarakat daerah bersangkutan.
C. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa
Kurang lancanya mobilits barang dan jasa dapat pula
mendorong terjadinya peningkatan ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Mobilitas barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan
migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrsi spontan.
Alasannya adalah karena bila mobillitas tersebut kurang lancar maka kelebihan
produksi atau daerah tidak dapat dijual kedaerah lainyang membutuhkan. Demikian
pula halnya dengan migrsi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja
suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat membutuhkan.
Akibatnya, ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi karena
kelibahan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lian yang
membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.
Karena itu tidaklah mengherankan bilamana, ketimpangan pembangunan antar
wilayah akan cenderung tinggi pada negara sedang berkembang dimana mobilitas
barang dan jasa kurang lancar dan masih terdapatnya beberapa daerah yang
terisolir.
D. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Daerah
Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yag cukup
tinggi pada wilayah tertentu jelas akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan
antar wilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada
daeerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi
tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui
peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.
Demikian pula sebaliknya bilamana, konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu
daerah relatif rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadi pengangguran dan
rendahnya tingkat pendapatan masyarakat setempat.
E. Alokasi Dana Pembangunan Antar Daerah
Tidak dapat disangka bahwa investasi merupakan salah
satu yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu,
daerah yang dapat alokasi investasi yang lebih besar dari pemetintah, atau
dapat menarik lebih banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat
pula mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang
lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Demikian pula
sebaliknya terjadi bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk kesuatu
daerah ternyarta lebih rendah.
2.5 Solusi mengatasi
Ketimpangan Pembangunan antar Daerah
Kebijakan dan upaya untuk menanggulangi
ketimpangan pembangunan daerah sangat ditentukan oleh faktor yang menentukan
terjadinya ketimpangan tersebut Kebijakan yang dimaksudkan disini adalah
merupakan upaya pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang dapat dilakukan
dalam rangka penanggulangan ketimpangan pembangunan antar daerah dalam suatu
negara atau wilayah.
1. Penyebaran Pembangunan Prasarana
Perhubungan
Sebagaimana ttelah dibahas terdahulu bahwa salah satu
penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah karena adanya
perbedaan kandungan sumberdaya alam yang cukup besar antar daerah. Sementara
itu, ketidak lancaran proses perdagangan dan mobilitas faktor produksi antar
daerah juga turut mendorong terjadinya ketimpangan wilayah tersebut. Karena
itu, kebijakan dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan
tersebut adalah dengan mempelancar mobilitas barang dan faktor produksi antar
daerah. Upaya utuk mendorong kelancaran mobilitas barangdan faktor produksi
antar daerah dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan prasarana dan
sarana perhubungan keseluruh pelosok daerah. Prasarana perhubungan yang
dimaksudkan disini adalah fasilitas jalan, terminal dan pelabuhan laut guna
mendorong proses perdagangan antar daerah.
2. Mendorong Transmigrasi dan Migrasi
Spontan
Untuk mengurangi kepentingan pembangun antar wilayah,
kebijakan dan upaya lain yang dapat dilakukan adalah mendorong pelaksanaan
transmigrasi dan migrasi spontan. Transmigrasi adalah pemindahan penduduk ke
daerah kurang berkembang dengan menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah.
Sedangkan migrasi spontan adalah perpindahan penduduk yang dilakukan secara
sukarela menggunakan biaya sendiri. Melalui proses transmigrasi dan migrasi
spontan ini, kekurangan tenaga kerja yang dialami oleh daerah terbelakang akan
dapat pula diatasi sehingga prosees pembangunan daerah bersangutan akan dapat
pula digerakan.
3. Pengembangan Pusat Pertumbuhan
Kebijakan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi
ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah melalui pengembangan pusat
pertumbuhan (Growth Poles) secara tersebar. Kebijakan ini diperkirakan
akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena pusat
pertumbuhan tersebut menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi
secara sekaligus. Aspek konsentrasi diperluka agar penyebaran kegiatan
pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan masih terus mempertahankan tingkat
efesiensi usaha yang sangat diperlukan untuk mengembangkan usaha tersebut.
Sedangkan aspek desentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan
antar daerah dapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah
akan dapat dikurangi. Penerapan konsep pusat pertumbuhan ini untuk mendorong
proses pembangunan daerah dan sekaligus untuk dapat mengurangi ketimpangan
pembangunan antar wilayah dapat dilakukan melalui pembangunan pusat-pusat
pertumbuhan pada kota-kota skala kecil dan menengah.
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
pembangunan juga dapat digunakan untuk mengurangi tingkat ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Hal ini jelas, karena dengan dilaksanakannya otonomi
daerah dan desentralisasi pembangunan, maka aktifitas pembangunan daerah,
termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih digerakan karena ada wewenang yang
berada pada pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Dengan adanya kewenangan
tersebut, maka berbagai inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali
potensi daerah akan dapat lebih digerakan. Bila hal ini dapat dilakukan, maka
proses pembangunan daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan
secara bersamaan ketimpangan pembangunan antar daerah akan dapat pula
dikurangi. Pemerintah indonsia telah melakukan otonomi daerah dan
desentralisasi pembangunan mulai tahun 2001 yang lalu. Melalui kebijakan ini,
pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengelola
kegiatan pembangunan didaerahnya masing-masing (desentralisasi pembangunan).